1. Tarian Legu Salai
Berdasarkan kisah turun temurun, diketahui legu salai Desa Loce adalah sebuah tarian berusia yang sangat tua , awalnya muncul pada saat ada sekeluarga anaknya bernama Didi dan Yani menanggis dan ayahnya membujuk dengan gaya menyepak dan fluit (Bunyi-bunyian Menggunakan Mulut) dan diikutii oleh istrinya menggunakan gerakan tangan dan kaki seperti ketika mau injak padi, dan pada saat itu juga suami dan istri sedang injak padi (tou ea) Gerakan ayah sekarang yang di kembangkan namanya legu sedangkan gerakan ibu yang namanya salai dan berkembang bersama dengan keberadaan keturunan orang Loce, bahkan tarian ini muncul bersamaan dengan rumah rumah adat (Sasadu), dan alat musik tatabuang.
Tarian legu salai sudah berkembang menjadi adalah salah satu tarian tradisional masyarakat Halmahera Barat Khususnya suku sahu . Tarian ini dipakai khusus dalam acara Upacara Adat dan bisa juga dipakai untuk penjemputan tamu-tamu penting seperti Sultan, Para Pejabat Tinggi Pemerintahan maupun tamu-tamu lainnya ketika merayakan syukuran panen, tarian ini tidak membedakan suku, ras serta golongan dalam kehidupan bermasyarakat. Tarian legu-legu menggambarkan: (a) Membersikan Kebun, dan (b) Menghibur Kedua Anak. Sedangkan Tarian Salai : (a) Suka Cita (Maroang) kedua anak karena dilahirkan oleh orang tua dan (b) Menari di atas Padi (Ruju Ea) Karena Mendapat berkat.

Tarian legu salai biasanya ditarikan dengan jumlah penari legu atau laki-laki sebanyak 3 sampai dengan 7 orang yang melambangkan jumlah kelompok kerja yang ada di Suku Sahu yaitu: Talai 4 kelompok kerja dan Padusua 3 Kelompok kerja . Penari laki-laki menggunakan properti payung yang berarti pelindung semangat dan etos kerja yang tinggi kepada perempuan. Tarian salai atau tarian perempuan jumlah penari terdiri dari 4 orang dan juga penari laki-laki 1 orang. Tarian ini juga melambangkan kasih sayang, cinta kasih sesama manusia tanpa membedakan antara satu dengan yang lain[1].
2. Tarian Cakalele
Tarian Cakalele adalah salah satu tarian tradisional yang masih dipertahankan karena mengandung makna sejarah selain dari pula merupakan potensi Suku Sahu. Cakalele menggambarkan: (a) Membela Diri Jika diserang oleh Musuh dan (b) Bisa juga digunakan untuk Menjemput Tamu.

3. Tarian Waleng
Tarian waleng sampai saat ini tidak lagi dikembangkan karena membutuhkan biaya besar dan gedung tersendiri.
[1] Sumber Wawancara dengan Ketua Lembaga Adat Marthinus Doge, tanggal 05 Januari 2011
[2]Sumber Wawancara dengan tokoh adat Piter Latu, tanggal 05 Januari 2011
[3] Sumber Wawancara dengan Ketua Lembaga Adat Marthinus Doge, tanggal 05 Januari 2011