Desa Loce memiliki berbagai jenis makanan adat yang sampai saat ini masih tetap dipertahankan keberadaanya walaupun ada beberapa jenis makanan yang hampir tidak digunakan dalam acara-acara adat. Ciri khas makanan adat desa loce sama dengan ciri khas makanan suku sahu yakni sagu.
Sagu adalah makanan pokok makanan sebagai makanan tradisional memiliki makna memberikan kebersamaan diantara sesama bangsa dan suku walaupun orang-orangnya sudah tersebar atau keluar meninggalkan tempat asal kelahiran akan tetapi jika yang bersangkutan makan sagu tetap diingat daerahnya seperti sedia kala.[1]
Nasi, nasi adalah kesukaan orang sahu, dan dalam setiap acara adat nasi disuguhkan sebagai makanan yang melengkapi seluruh hidangan.
Nasi (ea) yang dimasak dengan menggunakan bambu atau bulu disebut nasi bulu atau Ea Jala Menurut adat setempat setiap tahun masyarakat harus menanam padi untuk mendapatkan beras. Jenis makanan nasi bermakna kesucian.
Mereka beranggapan bahwa padi yang ditanam bisa dipanen itu semua karena anugerah Tuhan Yang Maha Esa, dan mempersatukan mereka dalam sabuah lamo (rumah adat), ubi (sibi), Betatas (lame) pisang (bele), juga jenis makanan adat desa loce sebagai makanan pokok tambahan, makanan-makanan ini memiliki makna filosofis. Tidak ada pisang, ubi dan betatas, tidak ada kekuatan manusia, itu sebabnya jenis makanan ini disebut sebagai makanan berkelanjutan, memberi kehidupan tambahan.
Ubi, betatas, dan pisang serta sagu disatukan, kemudian dalam acara adat dibawa secara bersamaan dan ditaru di atas meja yang dibuat dari bulu cincang (datara) dan dialas dengan daun pisang dan makanan-makanan tersebut diletakan di atas daun pisang sebagai pengganti piring.
[1] Sumber Bapak Hidayat, desa Tacim, dan Martinus Doge, Asal Desa Loce kepala Adat diwawancara tanggal 12 Januari 2011.
[2] Marten…. Kepala adat desa Loce, Sagu sebagai makanan pokok sahu, tetapi juga makanan pokok orang Maluku. Sampai saat ini di Halmahera banyak pohon sagu, yang masih dilestarikan oleh sebagian besar masyarakat.