Budaya Non Kebendaan
A. Profil Bahasa Ibu/Adat
Bahasa Ibu /adat masyarakat desa Loce adalah bahasa Sahu atau ngene-ngene, digunakan sebagai bahasa pengantar atau komonikasi sehari-hari. Beberapa contoh bahasa adat desa Loce adalah ino ngene tagi tomaguda (mari kita pergi kekebun), Ino ngene tagi mauumete (mari kita pergi bersama-sama), Ino ngene oromo malom dari contoh bahasa ini sering digunakan dalam percakapan sehari-hari.
B. Profil Makna/ Prinsip atas Nilai Universal Humanity
Dalam tradisi adat sahu nilai-nilai universal Humanity /kemanusiaan memiliki makna yang sangat fundamental, hakiki dan bermartabat, menjadi lambang kehormatan dan perekat persatuan dan kesatuan serta alat kasih sayang nilai-nilai adat universal bersifat Humanity desa Loce adalah:
- Seriie Regugasa, (sopan santun), artinya apabila seseorang berkunjung ke rumah orang lain baik warga masyarakat dalam kampung atau dari kampung lain, masuk kerumah orang dan apabila orang tersebut membawa alat-alat tajam, atau memakai tolu (topi), harus meletakan alat-alat tajam seperti parang, piso diletakan diluar pagar, dan jika menggunakan Tolu atau topi, sebelum masuk pintu rumah sudah harus buka atau lepaskan topi, baru masuk kedalam rumah. Yang kedua, walaupun orang tersebut tidak masuk di dalam rumah hanya lewat didepan rumah atau masuk kampung, ketika ia menegur harus membuka tolu terlebih dahulu, dan jika ia membawa parang atau barang tajam lain harus dibungkus dengan pelepah pinang, sekarang bisa dibungkus dengan Koran, atau Kain.
- Maudadalar, artinya saling mengasihi. Maksud dari maudadalar adalah sikap saling tolong menolong antara satu dengan yang lain, dalam tradisi masyarakat Kampung Loce sejak dulu, apabila satu keluarga memiliki pisang atau bahan makanan lebih dibagikan kepada tentangga atau masyarakat lain. Misalnya seseorang pergi memacing ikan dan mendapat ikan banyak pasti memberikan atau membagikan kepada tetangga tanpa harus membeli dan sebaliknya, balasannya bisa lebih, niali-nilai ini sampai saat ini masih tetap terpelihara dengan baik.[1]
Silamo, Membesarkan (menghormati pemimpin), misalnya pada acara penjemputan kunjungan pemerintah di Kampung, semua masyarakat berkumpul dan menjemput dia dengan cara mengangkat, bisa dengan tangan, bisa dengan kursi atau alat yang dibuat baik dari bambu maupun dari kayu,
C. Dalam Kesenian - kesenian
Lagu-lagu adat desa Loce yang sering dinyanyikan dalam acara adat adalah lagu moro-moro, kore-kore (sair yang berbalas-balasan), dinyanyikan oleh kelompok penyanyi. Kedua ado-ado memiliki makna yang sama dengan kore-kore, dinyanyikan oleh kelompok ado-ado, yang ketiga, liowo suatu lagu yang sairnya menutur sejarah adat istiadat.
Alat musik yang digunakan, tifa, tifa kecil dan tifa besar, gong, gong kecil dan gong besar. Tatabuang sejenis bambo alat musik adat tradisional yang didalamnya berisi berbagai jenis alat musik, namun saat ini alat musik tersebut tidak digunakan lagi.
D. Terhadap Pemerintahan
Secara historis pemerintahan Orang Loce mulai terbentuk abad ke 15 walaupun tempat atau kampung mereka belum tetap masih berpindah-pindah dan sampai saat ini terdapat 19 pemimpin. Dari 19 nama desa sebagaimana disebutkan dibawa ini system atau kekuasaan pemerintahan desa (kepala desa) atau Mior baru dimulai dari Dous, dan Gam, Sebagai berikut:
- Dous Talai yang memimpin Mior Tolu diperkirakan pada abad 12
- Dous Jingar yang memimpin Mior Tolu Mior Tolu
- Dous Tou Aos yang memimpin Mior Tolu
- Dous Wanger yang memimpin Mio Ula-Ula
- Dous Bartutu yang memimpin Mior Jin
- Gam Lelet yang memimpin Nyika Gam
- Gam Lelewi yang memimpin Gam Muda
- Desa Loce yang memimpin Gam Muda
Pada Zaman Sangaji Jiko Makolano, nama desa dan nama pemerintahan mengalami perubahan lagi dari Dous ke Gam, dari Mior ke Nyira atau Kades dan menjadi pemimpin yang pertama sebagai Mior atau Nyira di desa Loce adalah :
- Mior Gam Muda (1770-1830)
- Nyira dutu (1830-1880)
- Nyira Sowo (1880-1930)
- Nyira Teong (1930-1970)
- Kades L.T. Falila (1970-1985)
- Kades Yakub Hi Naser (1986-1989)
- Kades Alson Boga (1989-1999)
- Kades Gamaliel Sowo (1999-2005)
- Kades Alex Strauning (2006-2012)
- Kades Auqes Wadja (2012-2018)
- Pj Kades Deoclentianus Memele ( 2018)
- Kades Auqes Wadja ,ST (2019-sekarang)
E. Kemasyarakatan
Penduduk asli masyarakat desa Loce adalah suku Sahu. Hubungan kemasyarakatan secara sosiologis bersifat Patrilineal. Kehidupan masyarakat hidup dalam kekeluargaan yang sangat harmonis, setiap permasalahan yang terjadi baik bersifat adat, maupun non adat proses penyelesaiannya dilakukan secara kekeluargaan dan diselesaikan hanya pada tingkat desa, jarang sekali permasalahan dibawa sampai ke Polisi, kecuali ada peristiwa pembunuhan yang tidak dapat ditangani, permasalahan itu sampai ke Kepolisian.
Hubungan dengan pemerintah. Sikap yang paling baik yang selama ini dikembangkan di lingkungan masyarakat Desa Loce, adalah sikap hormat menghormati baik antar sesama warga maupun dengan pemerintah. Kesadaran masyarakat akan pemerintah bahwa mereka menyebut pemerintah sebagai wakil Allah di Bumi.[2] Setiap kegiatan atau program pemerintah yang dilaksanakan masyarakat senantiasa memberikan dukungan untuk kemajuan dan pengembangan Desa Loce.
Upaya mewujudkan suatu masyarakat adaptif dan demokrasi terhadap kehidupan pemerintahan, maka permasalahan yang dihadapi selalu dikonikasikan, dikoordinasikan, dan diselesaikan bersama secara demokrasi, tanpa membedakan Agama, suku, adat, dan bahasa. Hal ini mencerminkan sikap hidup masyarakat toleran, dan memiliki ciri masyarakat Madani. Masyarakat madani adalah masyarakat yang saling menghargai satu dengan yang lain tanpa membedakan agama, suku dan lain-lain.
[1] Sumber, Bpk.Martinus Doge dan Bpk. Hidayat Pane, diwawancara tanggal 12 januari 2011
[2] Sumber, Bpk. Martinus Doge, Kepala Adat (pemangku Adat) Desa Loce, diwawancara Tanggal 12 Januari 2011